Detiknesia - Pada 22 Februari baru-baru ini, kita disuguhkan serial live action Avatar: The Last Airbender eksklusif di layanan streaming Netflix. Serial ini merupakan adaptasi dari kartun berjudul sama yang populer di era 2000-an. Respons terhadap serial live action ini bervariasi, menciptakan perpaduan antara penggemar yang puas dengan penyelarasan pemainnya dan mereka yang merasa kurang terhubung.
Meskipun dipuji karena pemilihan pemain yang sesuai dengan karakter kartunnya, serta dianggap lebih baik daripada adaptasi film live action sebelumnya pada tahun 2010, tetapi perlu diakui bahwa serial ini masih menunjukkan kekurangan di berbagai aspek. Dalam perjalanan menontonnya, beberapa kelemahan bahkan terasa mengganggu. Mari kita telaah bersama deretan hal yang dapat mengganggu pengalaman menonton serial live action Avatar: The Last Airbender ini.
Kualitas Acting Pemeran
Beberapa Masih Belum Sempurna
Meskipun pujian tertuju
pada pemilihan pemain dalam proyek live action Avatar: The Last Airbender yang
dianggap mampu menciptakan kemiripan dengan karakter versi kartunnya, kritik
meluap terhadap kualitas akting sejumlah pemain. Kendati pemain baru atau yang
belum memiliki pengalaman yang banyak dapat dianggap sebagai penyebabnya,
dampak dari akting yang terasa kaku dan kurang natural menjadi nyata.
Kritik paling mencolok
terarah kepada Kiawentiio, yang memerankan peran Katara sebagai salah satu
karakter utama dalam serial ini. Aktingnya dinilai kurang ekspresif dan
terkesan tidak natural pada beberapa adegan, menciptakan ketidakpuasan di
antara penonton yang mengharapkan lebih banyak kedalaman emosional dari tokoh
utama. Sejauh ini, kekurangan ini menjadi salah satu titik fokus perdebatan
terkait kualitas produksi serial ini.
Meskipun beberapa aktor
mungkin masih berada di tahap pengembangan, namun kualitas akting yang kurang
memuaskan dari pemain utama dapat menghambat daya tarik keseluruhan serial. Di
tengah harapan untuk kelanjutan ke season 2, harapannya tentu bahwa
pemain-pemain ini dapat mengatasi kekurangan mereka dan memberikan penampilan
yang lebih kuat, mengingat akting yang memukau menjadi faktor penting dalam
menjaga kesinambungan dan daya tarik sebuah serial.
Efek CGI yang masih
perlu ditingkatkan
Kualitas efek visual CGI
memang menjadi elemen kritis dalam membawa kehidupan pada berbagai aspek dalam
serial animasi, termasuk Avatar: The Last Airbender dalam format live
action-nya. Secara keseluruhan, penggunaan CGI untuk menghadirkan elemen-elemen
seperti keempat elemen dan makhluk-makhluk seperti Appa dan Momo dinilai cukup
baik. Namun, perhatian tertuju pada penggunaan CGI yang terasa mengganggu,
khususnya dalam adegan yang menggunakan green screen sebagai latar
lokasi.
Adegan dengan latar
belakang green screen ini memunculkan ketidaknyamanan karena terlihat jelas
bahwa lokasi tersebut bukanlah lokasi asli, melainkan hasil dari proses syuting
dalam sebuah studio. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas CGI untuk
merealisasikan lokasi tersebut kurang memadai, menciptakan ketidaksempurnaan
visual yang dapat mengganggu pengalaman menonton. Pada topik ini, fokus kritik
mencakup kurangnya realisme pada pencahayaan, yang pada gilirannya mempengaruhi
kesan keseluruhan dari adegan tersebut. Dengan meningkatkan kualitas CGI,
harapannya dapat menghasilkan tampilan yang lebih natural dan menyeluruh dalam
penyajian visualnya.
Ikatan Beberapa Pemain
Masih Kurang Kemistri
Di samping aspek teknis,
kurangnya momen bonding atau adegan yang menggambarkan kedekatan antara Aang,
Sokka, dan Katara menjadi salah satu aspek yang cukup mengganggu dalam live
action Avatar. Kekurangan ini menciptakan kesan bahwa ketiga karakter tersebut
memiliki perjalanan arc yang terpisah dalam hampir setiap episode, tidak
sepenuhnya membutuhkan satu sama lain untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
Ketidakjelasan hubungan
dan kurangnya momen yang memperkuat ikatan antaranggota tim Avatar merugikan
jalinan cerita secara keseluruhan. Di versi animasinya, hubungan yang erat
antara Aang, Sokka, dan Katara tidak hanya menunjukkan kebersamaan fisik,
tetapi juga mendalam dalam membentuk alur cerita. Bahkan, animasi The Last
Airbender bisa dianggap sebagai sebuah "road movie" yang melibatkan
ketiganya. Kurangnya fokus pada hubungan ini dalam live action mengurangi daya
tarik emosional dan kurangnya kekompakan dalam menghadapi tantangan,
mempengaruhi cara penonton terhubung dengan narasi keseluruhan. Diharapkan, ke
depannya, produksi ini dapat lebih menonjolkan momen-momen bonding yang khas
dari tim Avatar untuk meningkatkan kualitas penceritaan.
Appa dan Momo Masih
Belum banyak tersorot
Selain kurangnya momen
bonding Aang, Katara, dan Sokka, serial live action-nya juga enggak terlalu
banyak menampilkan Appa dan Momo. Hal ini tentunya disayangkan, mengingat Appa
dan Momo sebenarnya adalah anggota tim Avatar dan punya peran cukup besar di
jalan cerita, walau hanya berwujud binatang.
Kurangnya screentime
dari mereka berdua di live action ini membuat Appa terasa hanya jadi kendaraan
ketika Aang dan lain butuh transportasi, sementara Momo Cuma jadi karakter yang
sekadar ada karena eksis di animasinya. Appa dan Momo benar-benar enggak
memiliki peran yang penting dalam live action ini.
Akibatnya, penonton jadi
tidak terlalu peduli ketika Momo sempat mengorbankan dirinya di episode
terakhir, karena sebelumnya tidak ada build up yang bikin audiens lebih terikat
ke sang lemur. Padahal, dalam serial animasinya sempat ada episode yang hanya
berfokus pada kisah Appa dan Momo, dan masih bikin penonton emosional tanpa harus
Komentar0